Thursday 15 January 2015

Contoh Analisis Kasus Prasangka dan Diskriminasi

Gambaran Kasus Pertentangan Etnik

Kalimantan


Kita akan membicarakan konflik antar etnik yang paling besar yang pernah terjadi di Indonesia, yakni konflik antara etnik Dayak dan etnik Madura di Kalimantan beberapa tahun lalu (tragedi Sambas dan Sampit), dimana ribuan orang terbunuh dan puluhan ribu lainnya harus menjadi pengungsi di negerinya sendiri. Hidayah (2002) menyebutkan bahwa sebenarnya pemantik konflik hanya disebabkan oleh perkelahian antar pemuda etnis dayak dengan etnis madura. Akan tetapi karena dalam perkelahian itu ada yang terbunuh maka muncullah solidaritas dan balas dendam kesukuan karena pada konflik tersebut terjadi pembunuhan, dan kemudian diperkuat pula oleh prinsip-prinsip adat sehingga konflik menjadi berkepanjangan dan membawa korban yang luar biasa besar.

Banyak analisis telah dilakukan untuk mencari tahu akar dari adanya konflik. Selain analisis yang menunjukkan adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja mengorganisir terjadinya kekerasan, ada banyak analisis lain yang mendasarkan pada berbagai perspektif. Sebuah analisis menyimpulkan bahwa terjadinya perebutan sumber daya ekonomi yang semakin terbatas yang telah menyebabkan terjadinya konflik. Dulu saat sumber daya ekonomi cukup melimpah dan mudah didapatkan maka konflik terhindarkan. Akan tetapi begitu sumberdaya ekonomi semakin terbatas dan semakin banyak orang memperebutkannya maka terjadilah kompetisi perebutan sumberdaya. Sebagai konsekuensi logis dari adanya kompetisi perebutan sumber daya adalah terciptanya prasangka antar etnik. Dan lalu adanya prasangka terhadap etnik lain menjadi justifikasi kekerasan terhadap etnik tersebut.

Sebagai lanjutan dari analisis diatas, analisis lain menunjukkan bahwa adanya kesenjangan ekonomi antara etnis Dayak dan etnis Madura sebagai penyebab konflik. Kesenjangan ekonomi itu tercipta sebagai konsekuensi dari adanya kompetisi perebutan sumberdaya ekonomi dimana relatif etnis Madura memenangkannya. Namun menurut Purbangkoro (2002) kondisi sosial ekonomi etnik Madura dan etnik lain relatif sama sehingga tak ada alasan yang menyatakan telah terjadi kecemburuan sosial antara etnik Dayak dan etnik Madura di Kalimantan.

Sementara itu Asykien (2001) menunjukkan bahwa konflik antar etnik itu terjadi karena sifat negatif keduanya. Sifat-sifat kurang terpuji etnik Dayak : 1) Fanatis dan mendewakan kesukuan, 2) tidak punya tenggang rasa dan pendengki etnis yang dimusuhi, 3) menggeneralisasikan kesalahan orang-perorang kepada keseluruhan etnis, 4) melestarikan budaya mengayau, 5) suka menyebarluaskan kebencian dan prasangka buruk. Sedangkan sifat-sifat etnik Madura yang menimbulkan dendam etnik lain : 1) mencuri, menjambret, dan menipu, 2) menempati tanah orang lain tanpa izin, 3) membuat kekacauan dalam perjudian, 4) melanggar lalu lintas, 5) merampas milik etnik lain di penambangan emas. Dari sifat-sifat negatif yang diklasifikasikan Asykien diatas menjadi jelas bahwasanya pertentangan antar etnis merupakan kulminasi dari adanya prasangka etnik. Berbagai keburukan anggota etnik lain dicatat, disimpan, dan digunakan sebagai dasar dalam bergaul dengan etnik tersebut, meskipun toh sebetulnya pelakunya hanyalah segelintir orang saja. Rupa-rupanya generalisasi sifat-sifat buruk seseorang menjadi sifat-sifat buruk kelompok yang telah menjadi penyebab berkembangnya prasangka etnik di Kalimantan. Akibatnya kesalahan satu orang atau kelompok kecil orang juga digeneralisasikan ke keseluruhan etnik. Seterusnya konflik antar etnik tinggal menunggu saat yang tepat.

Maluku (Ambon)

Kita akan mencoba melihat kasus Ambon yang juga berskala besar pada tahun-tahun awal reformasi. Pertikaian yang membawa ribuan korban itu bermula dari isu etnis yang kemudian berkembang menjadi isu keagamaan sehingga tidak kunjung selesai hingga hari ini. Sebelum terjadi konflik, praktis kehidupan ekonomi di Ambon dikuasai oleh tiga etnis yaitu Buton, Bugis, dan Makassar, yang notabene merupakan etnis pendatang dari Sulawesi, sementara itu orang Ambon sendiri kurang memiliki peranan dalam bidang ekonomi. Keadaan demikian mudah saja kita mengerti bila menimbulkan konflik antar etnik. Sebab pertama mungkin adalah timbulnya deprivasi orang Ambon dimana mereka merasa kalah di tanah sendiri oleh pendatang. Sebab kedua, munculnya prasangka mayoritas-minoritas. Prasangka muncul karena etnis Buton, Bugis, dan Makassar sebagai minoritas menguasai perekonomian di Ambon.

Penyebab pertentangan etnik

Dari kedua naskah diatas dapat diambil kesimpulan penyebab pertentangan etnik, yaitu:
  • Etnosentris yang berlebihan
  • Terjadi perebutan sumber daya alam yang mewujudkan persaingan antar etnis
  • Kesenjangan ekonomi antara etnis asli dengan etnis pendatang yang menimbulkan kecemburuan sosial. Dalam hal ini tampak bahwa etnis pendatang lebih maju dan mulai membentuk kelompok eksklusif.
  • Deprivasi etnik asli yang merasa kalah dengan pendatang
  • Adanya prsangka etnik yang menyebabkan generalisasi yang berlebihan dan salah dan prejudice etnik mayoritas di daerah tertentu dikalahkan oleh etnik minoritas.
Solusi Untuk menanggulangi masalah tersebut :
  1. Meningkatkan kualitas kehidupan kita. Dengan menyadari adanya beragam budaya maka kita bisa lebih humanis.
  2. Diversitas (keberagaman) merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan. Keberagaman tersebut menuntut untuk terjalinnya toleransi antar etnis sehingga diskriminasi etnis tidak akan terbentuk
  3. Kehidupan ekonomi semakin mengglobal dan mengharuskan terjalinnya hubungan dengan berbagai orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Mulai menerima untuk bekerjasama dengan etnis lain untuk memajukan perekonomian tanpa adanya diskriminasi etnik.
  4. Menurunkan stereotip dan prasangka. Stereotip dan prasangka merupakan penyebab terjadinya konflik yang pengaruhnya sangat besar karena streotip dan prasangka akan membuat pemahaman yang salah tentang etnis tertentu yang pada akhirnya membentuk generalisasi yang merugikan banyak pihak (semua kelompok etnis) padahal hanya sebagian (sedikit) dari anggota etnik tersebut yang melakukan perilaku yang merugikan..
  5. Meningkatkan hubungan lebih positif antara etnis mayaoritas dan etnis minoritas (etnis asli dan etnis pendatang). Dalam hal ini etnis pendatang mau meneroma etnis pendatang sebagaai bagian dari keluarga besar Indonesia sedangkan etnis pendatang “tau diri” dengan bersikap baik dan menghargai etnis asli dan mengikuti norma-norma yang berlaku dalam budaya yang ada.
  6. Membangun identitas pribadi yang utuh yang mengandung a) Pengakuan tehadap warisan budaya etnik, b) Memandang diri sebagai individu yang menghargai adanya perbedaan nilai-nilai pada setiap orang.Mengerti keadaan kognitif diri sendiri (seperti stereotip dan prasangka) untuk membangun hubungan dengan teman-teman yang berbeda latar belakang budaya.
  7. Membentuk sikap tenggang rasa, saling menghargai dan bersedia membaur antar etnik tanpa membentuk kelompok eksklusif. 
Sumber

No comments:

Post a Comment